Wednesday, June 11, 2014

Beer and Bars

Go Go Boy in Bali Joe
Gay Bars in Bali centered along one street namely Jl. Camplung Tanduk (formerly Jl. Dhyana Pura), Seminyak, Kuta, which is only 20 minutes from Ngurah Rai Airport. Seminyak is a strategic place for gay people since many gays, both local and foreign, settle down around this area. Therefore, if you want to access any gay scenes easily, than it is strongly recommended that you stay around Seminyak (or Kuta) area since you can easily find gay-base business centers around here, such as gay spa, gay cafe, gay villa, gay hotel, gay night club and bar.

Gay bars in Seminyak are very crowded on Saturday nights. The visitors are even overloading the sidewalk and street before the bars. Many of them come from surrounding areas but many also are gay travelers. All gays from every generation and race blend and carried away by the loud beat of music, extraordinary performances and strong sense of gay freedom. Of course, here you don't have to activate your gaydar since all the visitors are unmistakably gay (You may see some females but they mostly come with their gay friends just to have a couple drinks and enjoy the shows )

Crowd in Bali Joe

The bars are located side by side and near to each other and you can come in and out the bar without paying for the entrance ticket. The sense of competition among bars are clearly seen from the way they serve the most inviting entertainments to attract visitors. The clubs mostly target tourists and locals alike with Bali’s best Drag Queen impersonating Madonna, Beyonce and Lady Gaga, Rihanna along with group choreographed dance, hunky male dancers, and comedy. The bars also hold special events and competitions on special occasions.

The visitors are dominated by white gays (we call as 'Bule'), local gay guys, and few transvestites. Many of them come just to enjoy the show and have a couple drinks but many others come to find someone to take home the night, you can find a lot of sexy and young local gays whom who knows will be the better-half of you. You can also find lots of money boys who search for easy cash from white gays. Normally, their appearance and behavior are very obvious since they are inclined to be more aggressive and flirtatious compared to the noncommercial gays.

Go Go Dancers and Drag Queen

Here are top 5 gay bars and they stand with the following order:

MIXWELL  *  DIX CLUB * BALI JOE  *  FACEBAR  *   BOTTOMS UP

BALI JOE & MIXWELL are most visited due to their ability in giving an eye opening entertainments for visitors. So gays, what are you waiting for??? dress up and grab your purse and show your charm LOLS

What Makes Bali a Gay island?

Bali, a place people call as Gods Island, Paradise Island, or the Island of Freedom. Bali is a place where freedom and natural beauty blend in an artistic and exotic way. It's a sanctuary that offers thousands of opportunities for everyone, not to mention, Gay people. Thus, the number of Gay people in Bali are growing rapidly year after year along with the comfortable environment and good acceptance from the locals.

Many local gays are moving from the outside islands and decide to settle down here. They find it very comfortable and safe to live in this remarkably tolerant place due to the fact that they are able to loose free from social judgment and stigma they usually suffer in the place where they come from.

Bali is also the land of work opportunity for Gay people since hospitality and entertainment industry are gay-friendly and mostly recruit gay people as their resource. Gay-base business are widespread and growing rapidly from Gay Villa, Gay Bar, Gay Hotel, Gay Spa, and even Gay Beach. Their existence are the beacons that attract gay people from all over the world to taste a little piece of exoticism and freedom that makes them feel in Paradise.

So should we start to call Bali as a gay island?

Thursday, October 17, 2013

Untuk yang tak kembali...

Wahai sahabat,
 

Bahagiakah kau disana?
 
Aku harap kau tak merasa sepertiku
kesepian bagai sungai kecil di dalam hutan 
 

Kau pernah berpesan padaku: 
'Jadilah cahaya lilin yang menerangi jiwa2 yang temaram'
'Jadilah jalan setapak bagi mereka yang tersesat'
'atau kasih yang menyentuh halus semua kerendahan dan ketidaklayakan'

Kau bilang: 
Hidup tak selalu indah 
dan perjuangan tak selalu berakhir dengan kemenangan
tapi bukankah keindahan hanyalah persepsi
dan kemenangan hanyalah bagi mereka yang berhenti

Aku memang tak setegar engkau 
mampu menyulam senyum dengan benang kesederhanaan 
semoga dalam tidur panjangmu kau temukan
kebahagiaan yang belum sempat ku berikan 

*teruntuk bibiku tercinta yang telah pergi mendahuluiku

Cinta untuk Rian


Tak terasa setahun sudah Rian tak bertemu kedua orang tuanya. Ada kerinduan yang begitu membuncah di dalam relung kalbunya untuk memeluk kedua sosok yang telah membesarkannya tersebut. Tapi apalah daya, seandainya Rian bukan gay, mungkin hidup akan sedikit lebih ramah padanya dan Rian tak harus menerima penolakan dari kedua orang tua dan keluarganya. 

Ah sudahlah,  mungkin lebih baik seperti ini, sendiri dan bebas tak ada yang mengatur, tepisnya. Resahnya terhempas bersama hembusan asap rokok yang menggeliat menari2 di udara. Menciptakan sketsa abstrak serumit pikirannya saat itu. Senyum pahit terbesit di wajahnya yang tampan mengisyaratkan kepedihan yang tertahan sekian lama.

Deras hujan dan bau tanah basah dari luar menambah kerinduannya pada rumah.... Ya...rumah. Sebuah tempat dimana idealnya ada ruang bagi seorang insan untuk sekedar menyandarkan jiwanya yang lelah dan menyeka air matanya. Rian paham, ini hanyalah logika semu. Karna baginya, rumah tak ubahlah seperti ruang tahanan yang memenjarakan kebebasannya dan membelenggu idealismenya.

Toh semuanya telah ia lakukan untuk dapat membanggakan kedua orang tuanya namun semuanya sia2 karena di mata mereka Rian hanyalah gay. Dulu Rian sering bersabar dan berdoa supaya Tuhan meluluhkan hati orang tuanya agar mau menerimanya. Namun kini sendi-sendi keyakinannya yang dulu tegak berdiri tlah runtuh karna cinta yang diharapkannya tak kunjung tercurah. 

Malam ini, Seperti malam biasanya, sepulang kerja Rian hanya termenung sendiri di sudut kamar kosannya yang jauh dari kata nyaman. Matanya tertuju pada dinding kamar yang kosong dan lembab. Tak ada lukisan indah ataupun perabot mahal yang menempel di dinding kamarnya. Hanya terlihat sebuah jendela usang yang dibiarkan sedikit terbuka. Mungkin akan ada sedikit udara atau keajaiban yang masuk dan mendinginkan hatinya yang sedang panas.

Pikirannya menerawang jauh ke kegelapan malam menembus riuhnya keramaian kota Jakarta yang gemerlap dan hedonis. Kemewahan yang tak bisa Rian rasakan setelah sekian lama berjuang di ibu kota tercinta ini. Cita-citanya yang begitu tinggi terpaksa harus ia simpan rapi sementara ini. Rian tak punya waktu memikirkan cita-cita, waktunya habis terbuang mencari uang untuk sekedar makan dan bayar kosan. Rian paham mungkin nasib belum berpihak padanya. Toh dia juga sudah terbiasa dengan kesepian dan kekurangan...namun yang membuat Rian merasa sedih adalah kepahitan yang ia terima selama bertahun-tahun dari orang2 yang dia kasihi dan masa lalu yang hingga kini masih menghantuinya...  

Hujan belum juga berhenti. Rian terhenyak mendengar suara ketukan pintu. Siapa Bertamu malam2 hujan gini, pikirnya. Dengan penasaran rian pun bangkit dari lamunannya untuk membuka pintu. Mungkin itu pak kosnya yang datang dengan semangat 45 untuk memarahinya lagi karna memang seminggu sudah Rian terlambat membayar kosan. Biarlah, pikirnya...

Pintupun terbuka. Alangkah terkejutnya dia mendapati kedua orangtuanya berdiri di ambang pintunya dengan pakaian basah kuyup. Tanpa berkata apapun, ibunya langsung menangis dan memeluk erat Rian. 'Ibu, ayah, bagaimana kalian menemukan Rian?' Tuturnya terbata2 dengan lidahnya yang kelu. 'Rian, maafkan ibu telah mengusirmu Nak.. kamu pulang ya ama ayah dan ibu'. Rian tertegun bahagia seolah tak percaya dengan kenyataan yang sedang dihadapinya. Rianpun menangis bersama kedua orangtuanya 'Iya ibu, Rian pulang. Maafkan rian udah pergi ninggalin kalian. Rian janji akan semakin berbakti pada kalian'. Rianpun semakin erat memeluk kedua orangtuanya. Alangkah bahagianya ia ternyata doanya selama ini akhirnya terkabulkan juga, pikirnya. 

Hujan semakin deras dan suara petir yang menggelegar membuat Rian terjaga...terjaga dari tidurnya yang lelap. Ya. Rian hanya bermimpi. Sebuah mimpi yang terus terulang dan mengusik batinnya. Sebuah mimpi yang selalu membuatnya berurai air mata. Sebuah mimpi yang tak kunjung jadi nyata dan hanya semakin memapahnya dalam ketiadaan. Rian benci setiap kali ia harus terbangun dengan tangan hampa tanpa ibu dan ayah dipelukannya. Terbangun dalam keharuan yang dalam dan terlempar ke sudut hatinya yang paling sepi dan dingin. 

Rian menarik nafasnya berat dan dalam mencoba meredam sesak di dadanya. Rian sadar itu hanya mimpi. Tapi Rian bahagia walaupun itu tak nyata. Biarlah mimpi-mimpi itu terus menemaninya. Biarlah terus begini. Karna walaupun hanya dalam mimpi, setidaknya masih ada cinta untuknya. Cinta untuk Rian...





Biarlah bebas...


Wahai jiwa yang sepi,

Menarilah bersama asa
tinggalkan sesalmu yang tlah rapuh dan renta 
Biarkan hasratmu tetap muda 
karna bebas itu tanpa usia dan tak menua


  Jadilah dirimu
 biarkan dunia mentertawakanmu
karna bahagia itu tak butuh persetujuan

Bernyanyilah dalam sepi 
tertawalah bersama nasib
sebab bebas itu yatim piatu dan tak bertuan

Hempaskanlah cemas dalam harapmu 
karna mimpi tak harus jadi nyata 
karna bahagia adalah mensyukuri sekarang

Lepaskanlah beban yang menghimpit ruang kalbumu
Berdamailah dengan kenyataan 
Tersenyumlah dan biarkan sinar mentari membelai lembut hampamu